SPAIRUM: Startup Ramah Lingkungan, Penghilang Dahaga Mahasiswa!

Contents

Minum air kemasan

Kegiatan perkuliahan yang padat pasti membuat teman-teman merasa cepat lelah. Karena itu, air minum adalah salah satu bawaan wajib agar tetap fokus kegiatan sehari-hari. Untuk mencari yang praktis, pasti banyak yang memilih untuk membeli air minum kemasan di kampus. Sayangnya, ini berdampak pada banyaknya sampah plastik di lingkungan kampus.

Dari sini lah, SPAIRUM hadir sebagai startup ramah lingkungan pemberi solusi pengurangan sampah sekaligus penghilang dahaga!

Kenapa mahasiwa lebih suka membeli air minum kemasan?

Ini kegelisahan Naufal yang jadi bibit lahirnya SPAIRUM.

Bagi teman-teman mahasiswa, pasti paham kan betapa padatnya kegiatan di kampus? Saking padatnya, pasti ada banyak alasan kenapa mahasiswa lebih memilih untuk membeli air minum kemasan di kampus. Misalnya, ada alasan karena tidak sempat mengisi botol air minum karena berangkat terburu-buru. Ada juga yang merasa kalau botol air minum akan menambah beban di tas yang sudah penuh dengan modul dan laptop. Tidak jarang juga yang beralasan kalau tidak memiliki botol minum isi ulang atau tumbler minum.

Apapun alasannya, pasti valid kok. Memang, walaupun air minum adalah kebutuhan primer untuk sehari-hari, memiliki botol air minum pribadi belum menjadi kebutuhan yang mendesak. Apalagi, dengan banyaknya warung-warung di kantin di sekitar kampus, mahasiswa akan lebih memilih air minum kemasan karena aksesibilitas lebih mudah dan lebih praktis.

Sayangnya, tentu saja hal ini menimbulkan masalah yaitu tingginya penggunaan plastik sekali pakai. Seperti yang sudah umum diketahui masyarakat, limbah plastik sulit untuk didaur ulang apalagi untuk terurai. Bayangkan saja, jika dalam sehari seorang mahasiswa membeli kemasan air minum sebanyak 2x. Dalam seminggu Ia ke kampus saja, setidaknya ada 10 botol sampah plastik. Itu hanya satu orang. Nah, bayangkan jika dikali jumlah mahasiswa dalam satu kelas, satu jurusan, satu kampus, atau bahkan seluruh Indonesia.

Tentu saja, tidak semua mahasiswa lebih suka membeli air minum kemasan. Tetapi, jika di lihat melalui gambaran di atas, tetap saja jumlah sampah air minum kemasan plastik ini akan banyak, bukan?

Kembali lagi ke alasan awal, air minum kemasan plastik itu mudah dicari dan lebih praktis. Dimanapun mahasiswa pergi, di tiap sudut kampus pasti ada saja yang menjual air minum kemasan. Jadi, mereka akan merasa tenang walaupun tidak membawa botol pribadi. Jika air minum kemasan itu sudah habis, mereka juga tinggal membuangnya saja. Tidak perlu membawa botol atau tumbler yang memberatkan tas.

Kalau dilihat dari perspektif di atas, rasanya wajar ya kalau air minum kemasan lebih banyak dipilih? Tapi, bagi Naufal dan tim SPAIRUM, jawabannya tidak!

Meet SPAIRUM, solusi untuk mengurangi polusi!

Ini kisahnya dari bootstrapping hingga launching.

SPAIRUM (Stasiun Pengisian Air Minum untuk Refill) adalah startup ramah lingkungan yang memiliki visi untuk membiasakan mahasiswa membawa botol air minum untuk mengurangi polusi sampah air minum kemasan plastik di lingkungan kampus.

Spairum
Sumber : Spairum

Cari dana dari lomba

Pernahkah kamu perhatikan, kalau di lingkungan kampus, dispenser untuk minum hanya ada di ruang dosen saja? Jika iya, kamu dan Naufal, sang CFO dan Founder startup SPAIRUM ini memiliki pemikiran yang sama. Setelah memperhatikan hal tersebut, Naufal pun jadi tersadar akan pentingnya supply air minum untuk mahasiswa. Melihat banyaknya sampah plastik dari air minum kemasan di kampusnya, Ia memutuskan untuk memikirkan solusi atas masalah ini. Alhasil, setelah mengikuti sebuah event bootcamp dan bertemu dengan tim yang tepat, SPAIRUM pun lahir!

Setelah brainstorm dengan tim-nya, Naufal sadar kalau butuh dana yang cukup besar agar SPAIRUM dapat berjalan. Untuk menjalankan startup ramah lingkungan ini, harus ada dana untuk mengembangkan software maupun hardware yang tentu saja tidak sedikit. Akhirnya, saat awal merintis, Naufal memutuskan untuk melakukan bootstrapping untuk mengembangkan SPAIRUM.

Bootstrapping adalah sebuah proses dalam bisnis dimana founder mengandalkan modal pribadi tanpa bantuan investor atau pihak eksternal. Dalam kasus SPAIRUM, Naufal memanfaatkan ambisinya mengikuti lomba untuk mengumpulkan modal awal pembentukan startup miliknya ini. Selain mengumpulkan uang hadiah jadi dana awal, Naufal juga memanfaatkan kesempatan untuk menaikkan awareness masyarakat terhadap startup-nya.

Misalnya, ketika Ia mengikuti kegiatan lomba di KBMI (Kegiatan Berwirausaha Mahasiswa Indonesia) sebagai ajang untuk melihat respon masyarakat terhadap SPAIRUM. Lewat acara seperti ini, Naufal juga bisa menimbang sekaligus memverifikasi apakah SPAIRUM dapat diimplementasikan secara luas ke masyarakat. Smart move, right?

Jatuh bangun sang founder

Perjalanan SPAIRUM sebagai startup ramah lingkungan tidak bisa lepas dari perjuangan sang founder, Naufal. Mahasiswa Teknik Sipil ini tidak menjadi founder karena suatu ketidak sengajaan. Sifat gigih yang dimilikinya adalah hasil dari pengalaman, baik itu saat jatuh maupun bangun. Bahkan, cita-cita awal Naufal sama sekali tidak berhubungan dengan menjadi founder startup lho!

Sebelum memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya yang berkuliah di jurusan Teknik Sipil, Naufal pernah gagal 7x dalam menggapai cita-citanya di AKPOL, AKMIL dan sekolah kedinasan. Tetapi, setelah menjalani perkuliahan dan melihat langsung masalah yang ada di sekitarnya, Naufal melihat ada peluang besar di bidang ini. Karena rasa ingin tahunya yang tinggi, Naufal pun akhirnya tertarik untuk belajar lebih dalam dan mengikuti ajakan temannya untuk mengikuti event startup.

Dalam mengembangkan SPAIRUM, Naufal tentu saja bertemu berbagai tantangan. Selain masalah finansial, menurut Naufal tantangan paling besarnya adalah untuk meyakinkan target audiens mereka. Menurut Naufal,

“Tantangan terbesar yang dihadapi SPAIRUM, yaitu kebiasaan masyarakat dalam membawa tumbler dan mengisi ulang air minum di ruang publik masih sangat kurang, sehingga edukasi atau pengenalan akan sangat sulit dan harus dimulai dari tahapan terkecil, seperti keluarga.”

Baca juga : Salah Jurusan Kuliah? Jangan Nyesel, Ada Aksel!

Jadi founder tanpa pengalaman bisnis, emang bisa?

Bisa dong, ambil kelas di Startup Campus aja!

Naufal Fadlurahman Irdasyah adalah alumni Startup Campus batch 2 yang menjalani trek The Founder. Di Startup Campus, Naufal belajar cara membangun startup-mu dari awal hingga menjadi sebuah perusahaan yang siap untuk membantu masyarakat, yang dalam kasus SPAIRUM adalah para mahasiswa.

Melalui kelas intensif dan kurikulum yang terstruktur, Naufal mampu memenuhi bekal yang Ia butuhkan untuk menjadi Founder dan CFO untuk SPAIRUM. Walaupun datang dengan pengetahuan yang tidak banyak soal startup, Naufal bisa menjalani kelas dengan baik! Tentunya, karena dukungan dari expert berpengalaman yang mampu menjelaskan materinya dengan mudah.

Bagi Naufal, tidak apa-apa belajar pelan dari nol. Asalkan sudah ada tekad, pasti kamu bisa! Pesan dari Naufal adalah,

“Tak peduli seberapa lama kamu berproses, meskipun kamu bergerak seperti siput. ltu jauh lebih baik dan lebih disukai Allah dan mulailah menjadi pribadi yang lebih baik, karena dunia akan menjadi lebih baik apabila dihuni oleh banyak manusia baik”.

Jadikan kisah Naufal dan SPAIRUM sebagai inspirasi kamu untuk memulai karier sebagai founder startup!

Startup Campus membuka trek The Founder untuk kamu yang punya mimpi besar namun masih takut untuk memulai. Ambil langkah perlahan dari awal agar bisa #MahirDigital di masa depan!

Informasi selengkapnya tentang trek The Founder bisa kamu akses di sini. 

Bella Sheilaturahmi Arifin
Halo saya Bella Sheilaturahmi Arifin. Saya adalah penulis konten di website Startupcampus.id. Senang bisa berbagi!

Bagikan Artikel

Share on whatsapp
Share on telegram
Share on facebook
Share on twitter
Share on linkedin
Share on email
Subscribe
Notify of
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x